MALANG- Rencana pengoperasian sistem e-BPHTB atau BPHTB Online terus dimatangkan oleh Badan Pelayanan Pajak Daerah (BP2D) Kota Malang.
Penerapan sistem billing, validasi dan metode transaksi online untuk Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan itu rencananya akan diujicobakan dalam waktu dekat.
Jelang trial, OPD eks Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) tersebut lebih dulu melakukan sosialisasi kepada para notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) serta stakeholder terkait di Ruang Sidang Balaikota, Senin (27/2).
“Terobosan-terobosan seperti ini memang diperlukan demi meningkatkan pelayanan prima kepada masyarakat serta selaras dalam semangat optimalisasi pemungutan pajak daerah. Karena semua kembali bermuara untuk pembangunan daerah dan kesejahteraan warga Kota Malang,” tutur Sekretaris Daerah Kota Malang, Drs Wasto SH, MH, dalam sambutannya.
Kepala BP2D Kota Malang, Ir H Ade Herawanto MT menambahkan, adanya sistem BPHTB Online akan mengurangi kontak langsung antara Wajib Pajak dengan petugas pajak, apalagi dengan pejabat BP2D.
“Adanya sistem ini akan membuat pelayanan pajak daerah jauh lebih cepat, transparan, jujur dan tanpa biaya tambahan apapun,” ungkapnya dalam forum.
Apalagi, saat ini BP2D sudah tidak lagi memberlakukan verifikasi lapangan alias verlap dalam pengurusan BPHTB.
Meski demikian, dalam menetapkan besaran pajak tersebut, pihak BP2D melakukan tahapan-tahapan secara prosedural demi menjunjung azas tertib administrasi. Salah satunya dengan melakukan pemeriksaan atau penelitian lapangan langsung ke lokasi.
“BP2D tidak lagi melakukan Verlap. Yang ada hanyalah pemeriksaan sederhana lapangan, sebagaimana diatur dalam Perda No 15 Tahun 2010 Pasal 32,” beber Sam Ade d’Kross, sapaan akrabnya.
Dasar Pemeriksaan/Penelitian Lapangan tersebut mengacu UU No 28 Tahun 2009 Pasal 170 serta diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) No 15 Tahun 2010 Pasal 32 ayat 1 yang berisi “Kepala daerah atau Pejabat yang ditunjuk berwenang melakukan pemeriksaan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah”.
Lalu dipertegas di ayat 4 yang berisi “Apabila ada perbedaan yang signifikan pada objek pajak antara yang dilaporkan dengan basis data pajak yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah, maka dilakukan pemeriksaan sederhana lapangan”.
“Dalam prosesnya, juga dilakukan pencocokan data transaksi yang pernah ada di lokasi tersebut maupun kawasan sekitarnya sebagai dasar acuan penetapan besaran BPHTB,” papar mantan Kabag Humas Setda Kota Malang itu.
Dijelaskan pula dalam Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2010 tentang BPHTB Pasal 4, bahwa hanya objek pajak tertentu yang tidak dikenakan BPHTB.
Diantaranya, untuk keperluan perwakilan diplomatik dan konsulat, kepentingan negara untuk penyelenggaraan pemerintahan atau pembangunan guna kepentingan umum serta orang pribadi dengan catatan karena wakaf dan kepentingan ibadah.
Musisi yang juga tokoh olahraga tersebut menghimbau supaya masyarakat melakukan pembayaran maupun pengurusan administrasi pajak daerah secara langsung alias tanpa calo atau makelar.
Dalam UU No 28 Tahun 2009 Bab V Pasal 96, disebutkan masing-masing pada ayat 1 bahwa “Pemungutan Pajak dilarang diborongkan”.
Lalu dilanjutkan pada ayat 2 berbunyi “Setiap Wajib Pajak wajib membayar Pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
“Jadi kesimpulannya, calo alias makelar pajak atau jasa pengurusan pajak sudah tidak diperbolehkan lagi dalam mekanisme pelayanan perpajakan di Kota Malang. Karena itulah, kami menginisiasi program BPHTB Online. Selain mempercepat alur dan proses pengurusan pajak, juga demi meminimalisir resiko dan penyalahgunaan wewenang,” lugas Sam Ade.
Gebrakan BP2D ini diapresiasi positif oleh Ketua Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Kota Malang, R Imam Rahmat. Menurutnya, penerapan BPHTB Online nantinya bisa berimplikasi positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Malang, khususnya dari tingginya minat investor yang menamamkan investasinya di kota ini.
“Jika semua indikator dan penerapannya jelas, maka tidak akan ada lagi ruang abu-abu yang memungkinan terjadinya tawar menawar dalam penentuan tarif BPHTB. Semuanya bisa terakomodir dengan baik dalam sistem,” papar Imam.
Hanya saja, pihaknya mengusulkan sejumlah indikator yang harus diperhatikan oleh Pemkot Malang sebelum menerapkan sistem anyarnya ini. Diantaranya, menyangkut Standar Operasional Prosedur (SOP) BPHTB Online, lampiran syarat pengajuan validasi yang relevan, jangka waktu pelayanan serta kepastian harga atau Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP).
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Malang pun kini telah merancang zona nilai tanah (ZNT) untuk diajukan ke pusat dan provinsi, sehingga ada kepastian soal standar harga di Kota Malang.
“Mari kita bersinergi. Untuk mendukung itu, maka ZNT harus legal dulu. Harus ada payung hukumnya, tidak harus berupa Peraturan Daerah (Perda). Karena nilai tanah kan fluktuatif, begitu pula standarnya kita perbarui setiap tahun. Tentu kurang efektif jika Pemkot harus merevisi Perda juga setiap tahun,” terang Kepala BPN Kota Malang, Masduki SH.
Menanggapi masalah penetapan standar harga, Ade menegaskan bahwa pihaknya akan menjunjung tinggi azas tertib hukum dan tertib administrasi.
“Soal standarisasi harga sedang dimatangkan peraturannya. Yang pasti, harus diutamakan azas kepatuhan atas hukum di atasnya. Mekanisme dan klausul terkait akan diatur dalam Perwal (Peraturan Walikota,Red). Jadi kami nanti akan memakai standar harga mengacu produk hukum sah dari pemerintah,” tandas pria yang juga dikenal sebagai musisi dan tokoh Aremania itu.